2009/07/16

Rupiah Kok Malah Mendapat Tekanan Lebih Berat?

Jakarta - Selama Juni 2009, perekonomian global sebenarnya justru tidak mengalami gejolak yang berarti. Tapi kenapa rupiah justru mendapat tekanan yang lebih berat dibandingkan mata uang regional lainnya? Selama Juni 2009, perekonomian dunia mulai adem meski kontraksi ekonomi khususnya negara-negara maju seperti AS dan Eropa masih berlanjut. Namun level kontraksinya makin lambat atau mengarah ke level penurunan yang terendah. Danamon Economic & Market Research mengatat, selama Juni tidak ada kejadian atau keluarnya data makro ekonomi dunia terbaru yang membuat perekonomian dunia bergejolak sehingga berdampak buruk ke kawasan emerging market, termasuk Indonesia. "Namun pada kenyataannya, rupiah mendapat tekanan lebih berat dengan mata uang kawsan regional. Apakah perkembangan kondisi perekonomian Indonesia lebih buruk dari negara-negara kawasan regional? Tentu jawabannya tidak. Perekonomian Indonesia jauh lebih baik dari negara-negara sekawasan," urai Anton Hendranata, ekonom Bank Danamon, Jumat (10/7/2009). Anton mencatat, beberapa indikator menunjukkan bahwa kepercayaan investor asing masih tinggi dan kinerja perekonomian domestik cukup baik. Antara lain adlaah: 1. Tingkat kepercayaan investor asing masih positif, yang ditunjukkan oleh credit default swap (CDS) spread yang relatif stabil, bahkan dalam dua minggu terakhir CDS spread Indonesia berada di bawah Vietnam, di mana sebelumnya CDS spread Indonesia selalu di atas CDS spread Vietnam. 2. Kepercayaan konsumen terus membaik, yang ditunjukkan oleh meningkatnya indeks keyakinan konsumen menjadi 109,1 pada bulan Juni 09 dari 105,9 pada bulan Mei 2009. 3. Penjualan domestik mobil dan sepeda motor, serta konsumsi semen mulai meningkat sejak bulan Maret 2009. 4. Kegiatan produksi industri manufaktur terus membaik sejak bulan Februari 2009. "Berdasarkan kondisi perekonomian di atas menunjukkan bahwa gejolak Rupiah akhir-akhir ini lebih disebabkan oleh aksi profit taking investor asing, bukan karena buruknya kinerja perekonomian Indonesia sampai bulan Juni 2009," jelas Anton. Salah satu penyebab utama sangat tingginya volatilitas rupiah dibandingkan dengan mata uang regional menurut Anton adlaah tingginya kepemilikan asing terhadap obligasi pemerintah dibandingkan dengan negara-negara emerging market. Aksi profit taking dari investor asing dapat dilihat dari: 1. Kepemilikan saham bersih dari investor asing yang menurun sangat tajam sebesar Rp 598 miliar per tanggal 16 Juni 2009 dan terus berfluktuasi, hingga akhinya meningkat lagi sebesar Rp 72 miliar per tanggal 3 Juli 2009. 2. Kepemilikan asing terhadap Surat Berharga Negara (SBN) menurun sangat tajam menjadi Rp 85,84 triliun per 19 Juni 09 dari Rp 89,04 triliun per 5 Juni 2009. Terkait hasil pilpres, Anton menjelaskan bahwa setelah pemilu selesai, diharapkan akselerasi pemerintah akan lebih cepat mendorong roda perekonomian yang terganggu oleh krisis keuangan global. "Kami perkirakan rupiah sama dengan prediksi bulan sebelumnya yaitu mendekati 9.800 per dolar AS pada akhir tahun 2009," kata Anton. Ia menambahkan, selama menuju akhir tahun, rupiah akan tetap mengalami fluktuasi karena pola profit taking regular investor asing dan kemungkinan meningkatnya permintaan dolar AS untuk impor BBM dan juga menjelang pelaksanaan ibadah Haji bulan November. (qom/lih

Tidak ada komentar: